Sunday, June 28, 2009

BI Rate Masih Bisa Diturunkan 25 Bps

Bank Indonesia (BI) masih bisa menurunkan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps pada bulan Juli 2009 nanti.

Hal ini disampaikan oleh para ahli ekonomi Citi Group dalam ‘Emerging Markets Macro and Strategy Outlook: Are Petrodollars Coming Back? ' yang dikutip detikFinance , Sabtu (27/6/2009).

Dalam tulisan itu dikatakan BI Rate masih bisa turun 25 bps menjadi 6,75% melihat laju inflasi di 2009 yang masih rendah, namun risiko kenaikan ekspektasi inflasi tahun depan semakin tinggi akibat kewaspadaan kenaikan harga nminyak dunia yang cukup tajam yang akan mengakibatkan membengkaknya subsidi BBM.

Meski begitu, Citi melihat perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan permintaan domestik yang berlanjut pada kuartal II-2009, dan ekspor juga menunjukkan sedikit kenaikan.

Citi pun menaikkan proyeksi atas surplus neraca perdagangan Indonesia dengan melihat neraca perdagangan yang menunjukkan kenaikan yang berlanjut, ini akan membantu menopang volatilitas keluar masuknya arus modal.

Sementara itu, profil kredit Indonesia juga cenderung membaik dilihat dari posisi utang yang relatif rendah dan cadangan devisa yang terus menerus meningkat. Diharapkan tahun depan peringkat utang Indonesia akan terus meningkat.

Dua isu kunci yang perlu dicermati pada perekonomian Indonesia adalah penerbitan Samurai Bond dalam waktu dekat (yang kemungkinan sebesar US$ 1 juta miliar), dan pemilihan presiden dimana Presiden SBY kemungkinan terpilih kembali.

Strategi, risiko nilai tukar rupiah merupakan sesuatu yang sudah diprediksi sebelumnya sejalan posisinya yang semakin crowded .

Citi melihat ini sebagai kesempatan untuk memburu lagi instrumen obligasi rupiah jangka panjang, khususnya obligasi dengan tenor 5 tahun dan kisaran yield 10,5%. Diharapkan premium CDS (Credit Default Swap ) 5 tahun Indonesia dengan Filipina akan berkisar di angka tersebut (10,5%).

Sumber: www.detikfinance.com 27/06/2009

Friday, June 26, 2009

Pemerintah Siapkan Inpres Industri Kreatif

Untuk mendukung kesinambungan pengembangan industri kreatif di Tanah Air, pemerintah akan menerbitkan instruksi presiden (Inpres) mengenai industri kreatif dalam waktu dekat. Inpres ini merupakan bagian dari turunan cetak biru dan road map industri kreatif yang telah dibentuk tahun 2008 lalu.

Demikian disampaikan oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam acara konferensi pers di JCC disela-sela ajang Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI), Jumat (26/6/2009).

"Industri kreatif yang sedang disiapkan Inpres, perkembangan industri kreatif mencakup 24 Departemen dan Pemda guna mendorong membuat program aksi berkesinambungan," jelas Mari.

Dikatakan Mari, penggodokan industri kreatif setidaknya sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu, cikal bakal pengembangan industri kreatif merupakan bagian dari inisiatif presiden.

Sementara itu Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Bachrul Chairi mengatakan dibentuknya Inpres diharapkan bisa menjadi payung hukum dalam menjalankan cetak biru (blue print) industri kreatif termasuk dalam mempermudah koordinasi, anggaran dan lain-lain.

"Rencananya hari ini saat launching PPKI akan diumumkan oleh Pak Presiden, tapi masih ada kendala teknis," ujarnya.

Bachrul menambahkan berdasarkan road map industri kreatif hingga tahun 2025, sektor ini bisa menjadi sektor tersendiri dan melengkapi 3 pilar ekonomi lainnya yaitu pertanian, industri dan jasa.

Sumber: www.detikfinance.com 26/06/2009

Tuesday, June 23, 2009

Wall street Kembali Catat Hari Terburuk

Saham-saham di Wall Street kembali berjatuhan dan mencatat penurunan terbesar dalam sehari untuk 2 bulan terakhir. Indeks S&P 500 bahkan kembali mencatat negatif untuk sepanjang tahun ini.

Investor di Wall Street kembali melakukan aksi jual besar-besaran karena khawatir tentang nasib kesehatan perekonomian AS. Sektor-sektor yang sensitif terhadap perekonomian seperti finansial, energi dan material berjatuhan.

Analis menyatakan, investor saat ini masih ingin menjual saham-saham yang sudah mengalami kenaikan besar sehingga membuat indeks di Wall Street mengalami rally pada awal Maret lalu.

"Pemulihan ekonomi dan juga pendapatan perusahaan sepertinya tidak akan sekuat kenaikan harga saham yang terjadi awal Maret lalu," ujar Hugh Johnson, chief investment officer Johnson Illington Advisors seperti dikutip dari Reuters, Selasa (23/6/2009).

Pada perdagangan Senin (22/6/2009), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) ditutup merosot hingga 200,72 poin (2,35%) ke level 8.339,01. Indeks Standard & Poor's 500 juga merosot 28,19 poin (3,06%) ke level 893,04 dan Nasdaq turun 61,28 poin (3,35%) ke level 1.766,19.

Investor juga dibuat gugup setelah Bank Dunia mengumumkan outlook yang tidak terlalu baik untuk perekonomian dunia. Merosotnya harga komoditas yang dipimpin minyak membuat investor sangat gugup untuk kembali ke pasar saham menjelang pertemuan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Merosotnya harga minyak mentah membuat saham-saham energi juga ikut berjatuhan. Saham Chevron tercatat merosot hingga 3,4%, Exxon Mobil turun 3,11%.

Demikian pula turunnya harga-harga logam membuat saham-saham pertambangan ikut berjatuhan, seperti Freeport-McMoran yang merosot 11,3%, Alcoa turun hingga 8,91%.

Saham-saham teknologi juga ikut berjatuhan, seperti Apple yang turun hingga 1,5% meski produsen iPhone itu baru saja mengumumkan penjualan produk terbaru iPhone hingga 1 juta.

Tak berbeda pula nasib saham-saham sektor finansial seperti Bank of America yang turun 9,68%, JPMorgan Chase turun 6,09%.

Perdagangan berjalan moderat, di New York Stock Exchange mencapai 1,40 miliar, di bawah rata-rata tahun lalu yang sebanyak 1,49 miliar. Sementara di Nasdaq, transaksi mencapai 2,35 miliar, di atas rata-rata tahun lalu yang sebanyak 2,28 miliar.

Harga Minyak Merosot

Harga minyak mentah dunia merosot tajam seiring profit taking setelah lonjakan sebelumnya yang sempat menembus US$ 72 per barel.

Kontrak utama minyak light pengiriman Juli merosot 2,62 dolar menjadi US$ 66,93 per barel. Sementara minyak Brent pengiriman Agustus juga merosot 2,21 dolar menjadi US$ 66,98 per barel.

Sumber: www.detikfinance.com 23/06/2009

Monday, June 1, 2009

Commercial Banking Kontribusi Terbesar Laba Mandiri

Commercial Banking PT Bank Mandiri Tbk menjadi kontributor terbesar dalam perolehan laba operasional di triwulan pertama 2009 dengan menyumbang Rp 1,007 triliun atau 45,6 persen dari total laba perseroan sebelum pajak.

Angka tersebut tumbuh 62,68 persen dari perolehan laba di tahun sebelumnya pada periode yang sama yaitu sebesar Rp 619 miliar.

"Kami bersyukur bahwa di tengah kondisi perekonomian yang belum membaik, dengan positioning dan strategi yang tepat, serta dukungan dari seluruh stakeholder, Commercial Banking Bank Mandiri masih dapat meningkatkan kinerjanya dengan baik," kata Direktur Commercial Banking Bank Mandiri Zulkifli Zaini dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Jakarta, Minggu (31/5/2009).

Commercial Banking Bank Mandiri adalah unit bisnis yang mengelola dana dan kredit nasabah untuk segmen Commercial dengan limit kredit dari Rp 5 miliar sampai 500 Miliar dan Small Business dengan limit kredit Rp 100 juta sampai dengan Rp 5 miliar.

Menurutnya, kinerja segmen Commercial sangat didukung oleh kondisi struktur dana murah yang kuat, dengan ratio dana murah sebesar 63,21 persen. Total dana masyarakat Commercial di triwulan pertama 2009 tumbuh 17.7 persen YoY, dimana dana murahnya tumbuh sebesar 10.8 persen dari sebesar Rp 18,77 triliun di triwulan pertama tahun 2008 menjadi Rp 20,79 triliun di tahun 2009.

Ia mengatakan, untuk mencapai kinerja yang terus meningkat di tahun 2009, ada beberapa strategi yang akan dilakukan antara lain meningkatkan margin asset terutama pada kredit segmen Small Commercial dan Medium Commercial (limit dibawah Rp 100 Milyar).

Juga meningkatkan portfolio sustainability melalui pemanfaatan produk KMK fixed, memberikan pembiayaan kepada sub kontraktor perusahaan besar (korporasi), khususnya di sektor infrastruktur, pengangkutan, perkebunan, dan telekomunikasi.

"Kita juga menetapkan target strategic partner aliansi dari 10 nasabah corporate dan 17 nasabah commercial yang memberikan dampak bisnis signifikan, pengembangan product bundling dengan memanfaatkan product push dan existing product range," jelasnya.

Sampai dengan saat ini pertumbuhan volume bisnis Commercial terbesar masih di wilayah Jabodetabek. Optimalisasi jaringan distribusi terus ditingkatkan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga beberapa daerah di luar Jakarta juga telah memberikan kontribusi pertumbuhan volume bisnis yang cukup baik.

Seperti Sumatera dengan volume kreditnya sebesar Rp 5,8 triliun dan dana sebesar Rp 5 triliun, Jawa dan Bali dengan volume kredit sebesar Rp 31,1 triliun dan dana sebesar Rp 23,9 triliun, Kalimantan dengan volume kredit sebesar Rp 2,9 triliun dan dana sebesar Rp 2,2 triliun, sementara itu untuk Indonesia Bagian Timur, volume kredit sebesar Rp 900 milisr dan dana sebesar Rp 1,8 triliun.

Sampai dengan Triwulan I tahun 2009, kredit Commercial tumbuh 21 persen (Year on Year) atau sebesar Rp 9,5 triliun, yaitu dari Rp 45,2 triliun menjadi Rp 54,7 triliun.

Dana Masyarakat meningkat 17 persen atau sebesar Rp 5 triliun, yaitu dari sebesar Rp 30,4 triliun menjadi Rp 35,4 triliun.

Fee based Income meningkat 25 persen atau sebesar Rp 25 miliar, yaitu dari sebesar Rp 102 miliar menjadi Rp 127 miliar. Gross NPL terkendali di bawah 3 persen.

Sumber: www.detikfinance.com 31/05/2009

Thursday, May 28, 2009

Investasi Emas Ala Antam

Selain di toko-toko khusus penjualan perhiasan, peminat emas kini bisa membeli langsung logam mulia ini ke produsennya PT Aneka Tambang Tbk. Perusahaan BUMN ini menawarkan beragam investasi emas mulai 1 gram hingga jenis batangan yang kiloan.

Investasi emas sangat strategis untuk investasi jangka panjang. Emas juga dinilai lebih aman ketimbang valas dan saham karena tidak terlalu fluktuatif. Apalagi harga emas juga cenderung naik karena kebutuhan emas dunia yang terus meningkat.

Investasi emas juga paling praktis karena bisa dilakukan semua golongan mulai dari ibu rumah tangga, pekerja bergaji pas-pasan atau profesional karena emas bisa dibeli mulai dari 1 gram.

Namun investasi emas tidak cocok untuk jangka pendek seperti saham dan valas karena pergerakannya tidak seatraktif saham atau valas. Kenaikan harga emas cenderung pelan untuk jangka pendek.

Merespons tingginya animo masyarakat terhadap logam mulia, Antam sejak beberapa tahun terakhir telah membuka gerai khusus untuk pembeli ritel.

Gerai logam mulia Antam, merupakan salah satu pasar spot emas yang bisa digolongkan tempat yang tepat untuk melakukan transaksi emas.

"Kami menyediakan berbagai fasilitas transaksi emas," ujar VP Logam Mulia Antam, Tuti Kustiningsih saat ditemui detikFinance usai RUPS Tahunan Antam di kantornya, Jakarta, Rabu (27/5/2009).

Tuti mengatakan, gerai logam mulia Antam menerima transaksi emas mulai dari 1 gram hingga kiloan. Secara umum, kategori transaksi emas Antam digolongkan menjadi dua.

"Pertama, small bar. Kedua, kilo bar," jelas Tuti.

Ia memaparkan, kategori small bar adalah emas yang memiliki berat mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sedangkan untuk emas yang memiliki berat mulai dari 1 kilogram ke atas disebut kilo bar.

"Kami menyediakan komoditas emas batangan sampai perhiasan, seperti cincin, liontin dan sebagainya. Semua bisa ditransaksikan di gerai kami," ujar Tuti.

Transaksi emas di gerai Antam menjadi cukup likuid. Rata-rata volume transaksi emas Antam mulai dari 5-20 kilogram per hari. Nilai transaksinya sekitar Rp 500 jutaan per hari.

"Itu untuk yang ritel. Kebanyakan pelaku transaksi emas harian di gerai kami memang ritel. Tapi sekali dua kali seminggu ada juga yang sekali transaksi mencapai puluhan sampai ratusan kilogram," ujarnya.

Tuti mengatakan, investasi emas cukup diminati karena memang nilai emas cenderung mengalami kenaikan. Meski demikian, Tuti mengingatkan investasi emas memiliki karakteristik berbeda dengan investasi pasar modal.

"Investasi di emas jangan seperti investasi saham yang cenderung untuk jangka pendek. Investasi emas cocok untuk investasi jangka panjang, karena untuk jangka panjang tren harga emas terus naik," ujar Tuti.

Menurut Tuti, bagi investor yang memiliki karakteristik mengejar marjin jangka pendek kurang cocok main di komoditas emas.

"Karena untuk jangka pendek, marjinnya tipis. Namun untuk jangka panjang, investasi emas sangat menarik karena harga cenderung bertahan namun trennya terus naik," jelas Tuti.

Nah, bagi anda yang tertarik investasi emas di gerai Antam, caranya tidak sulit. Anda cukup datang dan melakukan transaksi langsung di tempat.

"Langsung datang saja ke gerai kami, langsung bisa transaksi. Nanti akan mendapat sertifikat London Bullion Market Association (LBMA)," ujar Tuti.

Untuk transaksi tunai, Antam membatasi nilai transaksi maksimal sebesar Rp 50 juta dengan alasan keamanan.

"Maksimal transaksi tunai Rp 50 juta. Ini untuk alasan keamanan. Kalau transaksi tunai nilainya lebih dari itu, kan secara keamanan lebih berisiko," jelasnya.

Kendati demikian, Tuti melanjutkan, pelaku transaksi bisa melakukan transaksi dengan menggunakan kartu debit, kartu kredit atau menggunakan fasilitas transfer bank untuk pembayarannya.

"Jadi sebenarnya tidak perlu bawa tunai. Bisa transfer juga kok," ujarnya.

Antam kini juga sedang menjajaki melakukan kerjasama memberikan fasilitas investasi emas dengan beberapa bank seperti Bank Syariah Mandiri, HSBC dan BRI Syariah.

"Jadi nanti pemilik rekening di bank-bank tersebut bisa langsung mengubah dananya di rekening masing-masing menjadi emas, tanpa harus datang langsung ke gerai. Namun ini masih penjajakan," ujarnya.

Gerai emas Antam juga menyediakan fasilitas penitipan emas yang ditransaksikan. Tujuannya agar pelaku transaksi tidak perlu repot-repot membawa emas yang akan ditransaksikan di sana.

"Kami punya tempat penyimpanan emas. Misalnya seperti ini, jika seseorang melakukan pembelian emas di gerai kami untuk tujuan investasi, ia tidak perlu membawa pulang emasnya, sehingga ketika ia ingin menjual emasnya karena harga sudah naik, ia bisa melakukan penjualan tanpa perlu membawa emasnya," papar Tuti.

Tertarik investasi emas di Antam, Anda bisa datang langsung ke:

PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia

Jl. Pemuda - Jl. Raya Bekasi KM.18
Pulogadung, Jakarta 13210
Tel. (62 21) 475 7108
Fax. (62 21) 475 0665

Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Surabaya

Jl. Genteng kali 67 B
Surabaya
Tel. (62 31) 5491868; 5491723
Fax. (62 31) 5357480

Sumber: www.detikfinance.com 28/05/2009

Tuesday, May 26, 2009

BEI Klarifikasi Kasus Citi Pacific Securities

Bursa Efek Indonesia (BEI) segera meminta penjelasan kepada manajemen PT Citi Pacific Securities (TA) terkait dugaan penggelapan saham oleh direksi perseroan. Jika dinilai perlu, BEI akan mensuspensi anggota bursa itu.

"Kami akan meminta penjelasan dan klarifikasi dari manajemen Citi Pacific Securities secepatnya," ujar Direktur Perdagangan Fix Income dan Derivatif, Keanggotaan dan Partisipan BEI, Guntur Pasaribu saat dihubungi detikFinance, Selasa (26/5/2009).

Guntur mengaku belum mengetahui persis duduk permasalahannya. Oleh sebab itu BEI belum memberikan sanksi suspensi pada Citi Pacific Securities. Dua direksi yakni Presdir dan direktur Citi Pacific Securities telah ditetapkan menjadi tersangka.

"Kami perlu melihat dulu klarifikasi dari manajemen Citi Pacific Securities, baru akan diputuskan apakah akan disuspensi atau tidak," ujar Guntur.

Sebelumnya, Satuan Harta Benda Bangunan dan Tanah (Harda Bangtah) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menahan 4 tersangka terkait kasus penggelapan saham Citi Pacific Securities.

Keempat tersangka diduga telah menggelapkan saham senilai Rp 104 miliar milik perusahaan sekuritas asal Singapura bernama Citi Globe Pte, Ltd.

Citi Globe merupakan pemilik 40% saham Citi Pacific Securities. Sisanya sebesar 60% dimiliki oleh PT Pacific Finances Indo. Namun oleh keempat tersangka saham milik Citi Globe di Citi Pacific Securities sebesar 40% dijual tanpa sepengetahuan pemiliknya ke PT Lutfimindo Pratama.

Sehingga saat ini yang tercantum dalam daftar pemilik Citi Pacific Securities adalah PT Pacific Finances Indo 60% dan PT Lutfimindo Pratama 40%.

Keempat tersangka adalah Direktur Utama Citi Pacific Securities Monang Lumban Tobing, Direktur Citi Pacific Securities Hendri Budiman, serta dua orang staff Citi Globe Johanes Herkiamto dan Andriyani.

Modus yang dilakukan tersangka adalah dengan cara memalsukan surat kuasa untuk menjual 40% saham Citi Pacific Securities milik City Globe ke perusahaan lain, yakni PT Lutfimindo Pratama pada 2007. Penjualan ini dilakukan oleh 4 tersangka tanpa sepengetahuan Citi Globe dengan memalsukan surat kuasa.

Kasus ini terungkap saat korban, Rosemary Anne James selaku Direktur Citi Globe Pte, Ltd melaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) PMJ pada 3 April 2008.

Dalam laporan yang bernopol: LP/844/K/IV/2008/SPK UNIT III itu, Rosemary menerangkan dugaan pengalihan secara ilegal 40% saham perusahaan yang dipimpinnya.

Sumber: www.detikfinance.com 26/05/2009

Monday, May 25, 2009

Rupiah Manfaatkan Layunya Dolar AS

Rupiah diprediksi masih punya banyak 'simpanan' sebagai peluru untuk menjangkau terus zona positif. Rupiah juga bisa memanfaatkan layunya dolar AS.

Dolar AS sedang dirundung banyak rumor negatif karena muncul kabar risiko penurunan terhadap peringkat AS. Pelaku pasar global juga tengah menanti pengumuman data penjualan rumah dan tingkat produk domestik bruto (PDB) AS yang akan keluar pekan ini.

Dari dalam negeri penguatan rupiah masih akan mengandalkan dana asing yang masuk ke pasar saham dan surat utang. Pencapaian PDB Indonesia di triwulan I-2009 yang masih tumbuh 4,4% membuat pelaku pasar melihat peluang investasi di Indonesia cukup menarik.

Pada perdagangan valas pukul 07.56 WIB, Senin (25/5/2009) rupiah ada di posisi 10.265 per dolar AS dan ditransaksikan di kisaran 10.260-10.270 per dolar AS. Rupiah diprediksi bisa mencapai level 10.100-an per dolar AS.

Sumber: www.detikfinance.com 25/05/2009

Sunday, May 24, 2009

Japan's Economy Hammered Again

A plunge in demand for Japanese exports has the world's second largest economy sinking at a record pace, with the prime minister warning the situation could become even "more severe."

Japan said Wednesday its economy shrank at a 15 percent annual pace during the first three months of 2009.

It is the worst decline since Japan began keeping records in 1955 and much bigger than the declines seen so far in the United States or Europe.

Officials say a big reason for the fall is a drastic drop in demand for Japanese products around the world. Overseas shipments for the first three months of 2009 fell 26 percent from the previous quarter.

Japanese Prime Minister Taro Aso says the economic struggles could get worse, because Japanese consumers are only now starting to feel the impact of the recession.

Japanese consumer spending fell more than one percent during the first three months of the year compared to the last three months of 2008.

Still, some economists say the new data might indicate that Japan has already seen the worst of the recession.

They say the global drop in demand for exports is slowing and that moves by Japanese companies to survive the downturn should also help.

Japan is not the only Asian country to suffer because of falling demand for goods around the world.

Thailand said Tuesday that exports declined for a sixth consecutive month in April, dropping more than 26 percent compared to the year before.

Meanwhile, an official with the World Bank warns it is too soon to tell if China is starting to recover from the global recession.

World Bank China director David Dollar says government spending has helped the world's third largest economy but that more private investment is needed to sustain economic growth.

China said Wednesday it will send three delegations to Taiwan to buy food and machinery, part of what Chinese officials say is a joint effort to tackle the financial crisis.

Also Wednesday, the Asian Development Bank signed agreements with eight Vietnamese banks in an effort to help that country's exporters.

Some information for this report was provided by AFP, AP and Reuters.

Source :
20 May 2009

Saturday, May 23, 2009

Rupiah Ceria di Akhir Pekan

Pelemahan dolar AS di pasar global membawa sentimen positif pada nilai tukar rupiah. Rupiah mengukir penguatan signifikan di akhir pekan.

Pada perdagangan Jumat (22/5/2009), rupiah ditutup pada level 10.212 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di level 10.327 per dolar AS.

Sementara yen Jepang juga mencatat posisi tertingginya dalam 2 bulan terakhir atas dolar AS, setelah pemerintah Jepang menyatakan tidak akan melakukan intervensi untuk menahan laju penguatan yen.

Dolar AS diperdagangkan di level 94,12 yen, dibandingkan sebelumnya di 94,42 yen. Euro juga menguat atas dolar AS ke posisi 1,3916 dolar, dibandingkan sebelumnya di posisi 1,3887 dolar.

Menteri Keuangan Jepang Kaoru Yosano menyatakan pihaknya tidak berniat untuk mengintervensi penguatan yen. Padahal yen yang menguat tajam bisa berdampak buruk pada eksportir.

"Kami sama sekali tidak berpikir tentang melakukan intervensi di pasar valas pada titik ini," ujar Yosano seperti dikutip dari AFP.

Sumber: www.detikfinance.com 22/05/2009

Friday, May 22, 2009

Pasar Valas Terguncang, Dolar AS Ambruk

Dolar AS ambruk atas mayoritas mata uang dunia akibat munculnya kekhawatiran penurunan peringkat kredit pemerintah AS. Kekhawatiran itu muncul setelah Standard & Poor's (S&P) menurunkan outlook Inggris dari 'stabil' ke 'negatif'.

Lembaga pemeringkat itu juga memperingatkan perubahan outlook ini bisa saja berimplikasi pada penurunan peringkat 'AAA' Inggris. Sementara AS yang kondisi perekonomiannya kini hampir seburuk Inggris karena defisit anggaran yang membubung dikhawatirkan akan bernasib sama.

Jika peringkat utang pemerintah AS betul-betul diturunkan, maka bisa berdampak pada nilai aset-aset berdenominasi dolar AS. Sentimen ini sebelumnya telah melukai bursa Wall Street.

"Para pialang melihat apakah AS akan menjadi negara berikutnya yang berada dalam credit watch. Meski risikonya rendah, namun konsekuensinya bisa sangat beragam," ujar Kathy Lien, analis valas FX 360 seperti dikutip dari AFP, Jumat (22/5/2009).

Pada perdagangan Kamis (21/5/2009), euro menguat hingga 1% ke level 1,3899 dolar. Euro sempat melonjak ke 1,3923 dolar untuk pertama kalinya sejak Januari. Dolar AS juga melemah 0,6% atas yen ke posisi 94,25 yen, atau mendekati level terendahnya dalam 2 bulan di posisi 94 yen.

Penguatan yen atas dolar AS terus berlanjut hingga Jumat ini. Pada awal perdagangan Jumat, dolar AS diperdagangkan di level 93,96 yen, atau level terendah sejak 19 Maret. Pemerintah Jepang menegaskan, pihaknya tidak akan melakukan intervensi kendati yen menguat tajam dan dikhawatirkan bisa memukul industri di negara tersebut.

Nilai tukar rupiah pun menikmati berkah dari pelemahan dolar AS di pasar global. Pada perdagangan Jumat akhir pekan pukul 07.30 WIB, rupiah dibuka di level 10.195 dolar, dibandingkan posisi penutupan Rabu lalu di 10.327 per dolar AS.

Pasar obligasi AS juga mencatat penurunan tajam. Yield untuk US Treasury 10 tahun melonjak menjadi 3,353% dibandingkan sebelumnya 3,202%. Sementara US Treasury 30 tahun juga melonjak dari 4,160% menjadi 4,313%.

Sumber: www.detikfinance.com 22/05/2009

Thursday, May 21, 2009

IMF: Asia Facing Slow Economic Recovery, Urges Sustained Measures

The International Monetary Fund says many Asian economies are to continue to tumble this year and will take some time to recover from the global economic slow-down. The IMF says Asian governments should sustain economic stimulus policies and encourage more domestic consumption.

The new IMF report on the economic outlook for the Asia and the Pacific says the region will take longer than other parts of the world to recover from the global slow-down.

The Washington-based organization says Japan is expected this year to experience its worst recession on record.

The economies of Korea, Hong Kong, Taiwan, New Zealand and Australia are also expected to shrink.

In Southeast Asia, the International Monetary Fund says Singapore, Malaysia and Thailand will contract while the Philippines will record zero growth.

"Accordingly, we forecast that Asia's growth will decelerate to just 1.3 percent this year before rebounding to 4.2 percent in 2010, still well below the region's potential and the 5.1 percent rate recorded in 2008," said Kalpana Kochhar, deputy director of the IMF's Asia and Pacific Department.



On the positive side, China, India, Indonesia and Vietnam are expected to slow down this year, but still grow their economies.


The IMF says most Asian economies, with the exceptions of Singapore and Taiwan, are expected to grow next year as exports begin to revive.

But, Kochhar says that also depends on Asian governments continuing to stimulate their economies.

"Fiscal stimulus provided in 2009 will need to be sustained into next year. And, in many cases there is also scope for reducing interest rates further or even adopting unconventional monetary policies as in the advanced countries," said Kochhar.

Kochhar adds that Asian countries also need to maintain their foreign exchange liquidity through currency swaps or assistance from organizations like the International Monetary Fund.

Most Asian economies worst hit by the global slow-down rely on manufacturing for export as a major growth engine.

But the lack of credit in developed countries has led to what the IMF calls a "collapse in the demand" for Asian exports.

The IMF says between September 2008 and February this year, merchandise exports in emerging Asian economies fell at an annualized rate of about 70 percent - almost three times the drop experienced during the late 1990s Asian financial crisis.

In the long run, the International Monetary Fund says, Asian economies will need to change their structure to rely less on exports, since consumption in advanced countries may remain weak for years to come.



06 May 2009
VOA News

Wednesday, May 20, 2009

Minyak Melambung, Harga BBM Naik?

Sejumlah kalangan khawatir kenaikan harga minyak dunia akan mendorong membengkaknya jumlah subsidi di APBN. Di tengah situasi anggaran negara yang defisit, jelas kondisi ini akan makin memberatkan sehingga bisa jadi pemerintahan yang baru mengambil kebijakan menaikkan harga BBM subsidi di dalam negeri.

Pengamat perminyakan Kurtubi mengakui, hingga saat ini memang harga minyak dunia sudah berada di atas asumsi APBN yakni di kisaran US$ 45 per barel. Saat ini harga minyak sudah mendekati US$ 60 per barel.

Menurutnya, trend penguatan harga minyak dunia berdampak pada dua hal. Salah satunya, dengan naiknya harga minyak dunia ikut mendorong kenaikan pendapatan dari sektor migas. Terutama, karena harga jual ekspor LNG Indonesia yang meningkat. Akibatnya, pendapatan pun meningkat.

Namun di sisi lain, jika harga minyak dunia terus naik akan ada penambahan subsidi BBM. Tetapi, jika harga minyak konstan pada level US$ 60 per barel hingga akhir tahun kenaikan subsidi masih tidak terlalu besar.

“Karena dari Desember 2008, Januari, Februari, hingga Maret 2009 sebenarnya sudah ada celengan. Saat itu harga minyak dunia masih di bawah harga jual sehingga pemerintah masih mengantongi keuntungan,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (19/5).

Harga minyak mentah naik di atas US$ 59 per barel di perdagangan Asia, Selasa (19/5) di tengah harapan pemulihan yang relatif cepat ekonomi AS. Hal itu terjadi menyusul eskalasi kerusuhan di produsen minyak mentah terkemuka Afrika, Nigeria.

Kurtubi kembali memaparkan, penguatan harga minyak sudah teratasi oleh simpanan laba bersih minyak di APBN. Kecuali, jika harga minyak melampaui US$ 60 per barel mengharuskan adanya penambahan subsidi BBM yang signifikan.

Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dari kecenderungan penguatan rupiah terhadap dolar. Hal itu dinilai Kurtubi akan memperkecil subsidi BBM. “Artinya, selama harga minyak dunia pada level US$ 60 per barel, tidak ada tambahan subsidi BBM,” imbuhnya.

Subsidi BBM dianggarkan dalam APBN 2009 sebesar Rp 40 triliun. Jika harga minyak dunia pada kisaran US$ 60 per barel, realisasi subsidi akan berkisar di angka itu.

Ia meramalkan, dalam beberapa bulan ke depan harga minyak cenderung menguat. Pasalnya, ekspektasi pasar terhadap harga minyak akan terus naik akibat adanya optimisme mulai membaiknya perekonomian dunia.

Kurtubi memprediksikan hingga akhir tahun trend kenaikan harga minyak terus terjadi dan pemulihan ekonomi akan lebih kongkrit lagi. Karena itu, ada kecenderungan harga minyak terus merayap hingga ke level US$ 70 per barel. Bahkan, bisa menyentuh US$ 80 per barel di akhir tahun.

Sumber: Inilah.com 19/05/2009

Tuesday, May 19, 2009

Pertumbuhan Investasi Bisa Positif di Triwulan II-2009

Pertumbuhan investasi Indonesia akan positif pada mulai triwulan II-2009 sampai akhir tahun. Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani optimistis terhadap peluang itu karena membaiknya prospek perekonomian Indonesia.

"Sekarang situasi sudah membaik, dari April dan berlanjut sampai dengan Mei. Kita berharap penurunan suku bunga dan stabilitas yang terjaga, prospek ekonomi lebih baik dari yang diperkirakan. Itu akan membuat perubahan dari perusahaan-perusahaan dalam melakukan ekspansinya tahun 2009 ini," tuturnya saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Senin malam (18/5/2009).

Optimisme ini menurut Sri Mulyani beralasan, sebab pada pada Januari sampai Mei 2009, Indonesia bisa menarik investasi langsung masuk senilai US$ 2 miliar, di tengah situasi mengeringnya arus modal ke negara berkembang akibat krisis.

"Sampai dengan Mei neraca pembayaran, capital flow yang masuk ke Indonesia lebih dari US$ 2 miliar dan current account kita yang positif, membuat cadangan devisa kita meningkat cukup signifikan dalam 3 bulan pertama ini," katanya.

Selain itu, di sektor keuangan, dikatakan Sri Mulyani, partisipasi investor asing di instrumen saham dan juga SUN (Surat Utang Negara) terus meningkat.

"Kita lihat kalau Indonesia dianggap terus stabil, dan pertumbuhan kita tertinggi ketiga di dunia, di region ini, maka Indonesia sudah meletakkan dirinya memiliki attractive yang luar biasa," ujarnya.

Sumber: www.detikfinance.com 19/05/2009

Sunday, May 17, 2009

BI: Target Pertumbuhan Kredit 15% Sulit Tercapai

Bank Indonesia (BI) pesimistis Rencana Bisnis Perbankan (RBB) yang memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun 2009 sebesar 15 persen dapat tercapai. Kredit hingga kuartal I-2009 saja pertumbuhannya masih negatif.

"Pada kuartal satu kita melihat pertumbuhan kredit minus, maka untuk mencapai pertumbuhan kredit sesuai RBB yang sebesar 15 persen sangat sulit untuk dicapai," ujar Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi disela penutupan Kongres XVII Perbanas di Balai Sidang Jakarta Convention Center, Jumat (15/5/2009) malam.

Budi mengatakan, jika melihat perkembangan pertumbuhan kredit tiga bulan pertama maka BI pesimis bahwa RBB tidak akan tercapai.

"Faktornya, karena kegiatan perekonomian yang sulit dan ekspor yang mengalami penurunan," tuturnya.

Untuk itu, lanjut Budi, BI mengimbau bank-bank untuk mencari kegiatan ekonomi yang bisa dibiayai. Kalaupun bidang ekspor yang sedang lesu tidak bisa didorong, maka bank harus mencarinya dari perekonomian domestik.

"Jika kita tidak bisa mendorong ekspor, maka kita harus mengusahakan dengan mendongkrak kegiatan ekonomi domestik, karena jika melihat analisa perekonomian, pertumbuhan ekonomi harus didorong dari dalam jika memang dari luar (ekspor) turun," papar Budi.

Budi menegaskan jika dilihat secara performance-nya saja, maka BI merevisi proyeksi pertumbuhan kredit tahun 2009 menjadi 10 persen dengan pertumbuhan ekonomi minimal 3 persen.

"Namun kita tetap berharap, pertumbuhan kredit 15 persen sesuai RBB bisa tercapai dengan dukungan dari Perbanas," pungkasnya.

Berdasarkan Tinjauan Kebijakan Moneter Mei yang dirilis BI, pada Maret 2009, pertumbuhan kredit secara agregat (termasuk channeling) tumbuh sebesar 24,3% (yoy) melambat dibandingkan dengan bulan Februari yang tumbuh sebesar 27,6% (yoy).

Sejak Januari hingga April 2009, kredit diprakirakan masih mencatat pertumbuhan yang negatif. Menurunnya pertumbuhan kredit tersebut diindikasi terkait lambatnya respons perbankan terhadap penurunan BI Rate bersamaan dengan permintaan kredit masyarakat yang menurun sebagai cerminan dari aktivitas perekonomian domestik yang belum bergairah.

Sumber: www.detikfinance.com 16/05/2009

Friday, May 15, 2009

Obama Pushes for Credit Card Reform

U.S. President Barack Obama is calling on Congress to pass legislation that would reform the U.S. credit card industry to protect consumers.



At a town hall event in the U.S. state of New Mexico Thursday, Mr. Obama said "it is time for reform that is built on transparency, accountability and mutual responsibility."

He said credit card companies too often take advantage of people by imposing sudden rate hikes, unfair penalties and hidden fees. He said some of the dealings are not honest.

The president said consumers should not have to worry that when they sign up for a credit card they are signing away all their rights. He said Americans should also be able to see the card's terms of agreement in plain, understandable language.

President Obama urged lawmakers to have a credit card reform bill ready for him to sign by the Memorial Day holiday, which is May 25.

The House of Representatives approved such a bill two weeks ago. The Senate is currently debating its own version.

Mr. Obama met with leaders of major credit card companies last month to discuss the reforms being considered.

Mr. Obama said he agrees with the companies that consumers must also accept the responsibility that comes with holding a credit card. He said consumers are expected to make sound choices, live within their means and make payments in a timely manner.


14 May 2009

Thursday, May 14, 2009

Bank Swasta Bisa Terapkan Konversi Deposito Menjadi Subdebt

Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai rencana konversi deposito menjadi subdebt yang dilakukan BUMN perbankan dan asuransi bisa diterapkan di bank swasta.

Demikian hal itu dikemukakan oleh Deputi Kementerian Negara BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto usai rapat kerja bersama Komisi Vi DPR di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/5/2009) malam.

"Tapi mungkin swasta bisa saja kalau dananya lebih banyak," katanya.

Ia mengatakan, dana milik BUMN asuransi yang selama ini disimpan di Bank BUMN jumlahnya sangat banyak. Pihaknya sendiri masih melakukan penghitungan mengenai besaran deposito yang akan dikonversi tersebut.

Jika jumlahnya terlalu besar, maka perusahaan swasta bisa masuk untuk melakukan konversi yang sama.

Ia memberi contoh, PT Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja(Jamsostek) menyimpan dana sebesar masing-masing Rp 4 triliun di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), juga di PT Bank Mandiri Tbk walau tidak terlalu besar.

Jumlah simpanan deposito tersebut akan terlalu besar jika seluruhnya dikonversi menjadi subdebt.

"Itu yang masih kita kaji. Kita hitung dulu dari bank butuh berapa. Kita juga mesti lihat aturan BI (Bank Indonesia) kayak gimana. Terus waktunya kapan," ungkapnya.

Ia menambahkan, rencana konversi tersebut dilakukan untuk menjaga capital adequacy ratio (CAR) bank plat merah tetap berada di atas 12 persen sekaligus untuk biaya ekspansi.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah sedang mengkaji perubahan simpanan deposito BUMN asuransi menjadi obligasi subordinasi dalam rangka menambah modal bank-bank BUMN.

Sumber: www.detikfinance.com 14/05/2009

Wednesday, May 13, 2009

Opsi Pembayaran AdSense dengan Western Union

Sebuah kabar baik bagi para publisher AdSense di Indonesia. Kalau sebelumnya Google hanya membayar melalui cek yang pengurusannya sangat njlimet, makan waktu lama, dan biayanya mahal, sekarang sudah ada opsi pembayaran lain yaitu melalui Western Union. Dengan sistem pembayaran ini, uang bisa dicairkan dengan cepat di agen-agen Western Union berlogo tulisan warna kuning.

Untuk mengubah opsi pembayaran ke Western Union, caranya adalah sebagai berikut:

  • Login ke account Google AdSense Anda.
  • Klik My Account.
  • Pilih Account Setting.
  • Klik Edit pada Payment Details.
  • Pilih Western Union Quick Cash.


Mudah-mudahan, opsi sistem pembayaran baru yang diberlakukan bagi para publisher AdSense di Indonesia ini benar-benar akan mempermudah proses pembayaran.

Tuesday, May 12, 2009

Pemerintah Terus Pantau Gerakan Harga Minyak

Pemerintah terus mewaspadai pergerakan harga minyak dunia yang dikhawatirkan akan mempengaruhi penerimaan negara termasuk membengkaknya subsidi tahun anggaran 2009.

Hal tersebut disampaikan plt Menko Perekonomian yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani saat di temui di kantornya, Senin (11/5/2009).

"Seperti kita sebutkan Januari, Februari, Maret harga minyak sangat rendah, di bawah US$ 40 sekarang sudah meningkat diatas US$ 50 per barel," jelas Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, untuk tahun 2009 estimasi revisi yang dilakukan pemerintah dan DPR adalah dengan dasar harga minyak US$ 50 per barel dan Rp 11.000 per barel.

Sementara harga minyak mentah dunia kini kembali naik, sehingga harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang menjadi patokan asumsi APBN pun ikut naik.

Ia mengatakan jika perubahan harga minyak yang terjadi saat ini terus berlanjut maka pemerintah akan mengantisipasinya dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan asumsi yang baru.

"Tinggal kita lihat nanti kombinasinya sampai Juni, untuk semester satu karena harga minyak bergerak dibawah dan diatas harga asumsi dua-duanya bisa canceling. Jadi darifaktor kurs berpengaruh," ujarnya.

Ia juga menegaskan asumsi APBN tidak bisa diubah setiap hari, bahkan revisi perbulan juga tidak memungkinkan, estimasi APBN dilakukan dengan hitungan tahun.

"Sekarang kan APBN tidak bisa kita ubah secara harian. Jadi memanage-nya harus berdasar estimasi selama satu tahun," jelas Sri Mulyani.

Sumber: www.detikfinance.com 11/5/2009

Monday, May 11, 2009

Asian Development Bank Wants Balanced Growth

The Asian Development Bank says Asia needs to balance its growth to prevent damage from future crises like the global economic slow-down. The bank has pledged to increase funds to strengthen growth.

The Asian Development Bank is holding its annual meeting in Bali, Indonesia, this week with the global economic crisis's effect on Asia at the top of the agenda.



ADB President Haruhiko Kuroda told the opening session Asia needs to restructure its growth model.


The bank says Asian economies are too dependent on foreign demand and need to move away from their reliance on exports.

"Rebalancing helps us to endure the current crisis," said Jong-Wha Lee, the Manila-based lender's acting chief economist. "And, more importantly, help protect us from the future external shocks."

Lee says Asian governments need to spend more on social services to encourage more domestic spending.

He says although the global financial crisis started in the United States it is rooted in global imbalances.

"Asia's excess savings and current account surpluses allowed the United States to maintain excessive household consumption and huge current account deficit," Lee said. "Asia should use its own savings more efficiently and more productively."

The Asian Development Bank says Asia 's growth this year is expected to fall to 3.4 percent.

The bank predicts 60 million Asians will remain trapped in poverty and that number will rise to 160 million in 2010.

Bank president Kuroda says with strong national and regional efforts, and a mild global recovery expected, the region should bounce back to six percent growth in 2010.

The Asia Development Bank says it plans to increase its capital base by 200 percent to $165 billion. The lender has also increased assistance for this year and next by $10 billion.

The extra funds are to help with the speed and efficiency of the bank's poverty alleviation efforts.



04 May 2009
VOA News

Sunday, May 10, 2009

NPL Gross Perbankan Sentuh 7% di Akhir 2009

Posisi net performing loan kotor (NPL gross) perbankan nasional diperkirakan bakal menyentuh angka 7% di akhir 2009. Kinerja bank-bank BUMN bakal ikut terkena imbas.

"NPL gross diprediksikan akan sampai di posisi 7%," ujar Ekonom Kepala The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, dalam Overview Kinerja BUMN di Kantor IEI, Tebet, Jakarta, Minggu (10/5/2009).

Menurut Sunarsip, peningkatan posisi NPL gross tersebut terutama disebabkan banyaknya eksposure kredit bank-bank pada kredit jangka panjang. "Peningkatan NPL industri perbankan potensinya karena bermain di kredit jangka panjang seperti kredit konstruksi dan industri manufaktur yang berbasis di ekspor," jelas Sunarsip.

Angka yang disebut Sunarsip lebih tinggi dari NPL gross perbankan di 2008 yang sebesar 4% ataupun NPL net 2008 yang sebesar 1,5%. Bank Indonesia (BI) sendiri memproyeksikan NPL gross perbankan nasional bakal menyentuh angka 5% di akhir tahun 2009.

Proyeksi tersebut diperkirakan juga bakal mempengaruhi kinerja bank-bank BUMN. "Kinerja BUMN perbankan juga akan tertekan akibat meningkatnya kredit bermasalah atau (NPL)," ujar Sunarsip.

Menurut Sunarsip, hal tersebut bakal ikut mengambil andil dalam tidak tercapainya target laba bersih BUMN di 2009. Tentunya, lanjut Sunarsip, faktor-faktor lainnya juga menjadi penyebab anjloknya laba bersih BUMN tahun ini.

"Laba bersih tahun 2009 diperkirakan mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2008," ujarnya.

Ia mengatakan, faktor utamanya disebabkan karena perolehan laba bersih PT.Pertamina yang diperkirakan akan mengalami penurunan hingga Rp 10 triliun dari Rp 29 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 19 triliun pada akhir tahun 2009 ini.

"Hal tersebut dikarenakan asumsi tahun 2009, kurs per satu dollar akan mencapai Rp 11.000 dengan margin alpha 13,4 persen dan harga ICP hanya akan mencapai US$ 45 per barrel dan hal tersebut akan menurunkan revenue Pertamina," ujarnya.

Harga komoditas sektor energi, pertambangan dan perkebunan diperkirakan akan sedikit mengalami kenaikan. Namun Sunarsip berpendapat bahwa kenaikan tersebut masih jauh dari rata-rata harga pada tahun 2008.

"Sehingga kinerja BUMN yang bergerak di sektor-sektor tersebut akan mengalami tekanan," tuturnya.

Nilai tukar Rupiah, lanjut Sunarsip, dan kinerja pasar keuangan yang masih belum stabil juga berpotemsi akan menekan kinerja BUMN yang memiliki eksposure di valuta asing dan investasi di pasar keuangan.

Dalam perkembangan kinerja BUMN tahun 2008, lebih lanjut Sunarsip mengatakan bahwa BUMN memang mengalami tren peningkatan, namun dengan tingkat pertumbuhan yang melambat, target laba BUMN tidak mencapai sasaran sebesar Rp 81,2 triliun.

"Seiring melemahnya ekonomi tahun 2009, kinerja BUMN akan mengalami pertumbuhan negatif sekitar 5,34% dibandingkan dengan capaian tahun 2008," pungkasnya.

Sumber: www.detikfinance.com 10/5/2009

Saturday, May 9, 2009

Saham Grup Bakrie Dominasi IHSG

Saham-saham grup Bakrie mendominasi perdagangan saham di sesi siang. Tujuh emiten grup Bakrie merajai posisi 10 besar transaksi di BEI.

Pelaku pasar menyerbu saham-saham grup Bakrie karena dianggap paling atraktif dalam memberikan gain. Terlebih beberapa saham grup Bakrie juga ada yang memakai fasilitas marjin.

Tingginya nilai transaksi di lantai bursa ikut memberikan sentimen positif ke rupiah. Mata uang lokal ini kian melaju ke zona positif. Sepertinya investor juga tidak takut ancaman aksi ambil untung terhadap rupiah.

Pada penutupan perdagangan saham sesi siang, Jumat (8/5/2009) IHSG menguat 11,678 poin (0,64%) menjadi 1.840,530. Sedangkan rupiah pada perdagangan valas pukul 11.30 WIB, menguat 23 poin menjadi 10.327 per dolar AS.

Perdagangan saham sesi siang sangat ramai yang mencatat transaksi sebanyak 82.456 kali, dengan volume 9,778 miliar unit saham, senilai Rp 3,618 triliun. Sebanyak 100 saham naik, 53 saham turun dan 51 saham stagnan.

Saham-saham grup Bakrie yang naik harganya adalah, Bumi Resources (BUMI) naik Rp 20 menjadi Rp 1.980, Energi Mega Persada (ENRG) naik Rp 45 menjadi Rp 325, Darma Henwa (DEWA) naik Rp 9 menjadi Rp 167, Bakrie Sumatra Plantations (UNSP) naik Rp 60 menjadi Rp 760, Bakrie & Brothers (BNBR) naik Rp 4 menjadi Rp 87, Bakrieland Development (ELTY) naik Rp 10 menjadi Rp 220 dan Bakrie Telecom (BTEL) naik Rp 8 menjadi Rp 115.

Bursa saham Asia pada sesi siang ini bervariasi seperti Hang Seng naik 0,3%, KOSPI turun 0,07%, Nikkei naik 0,26%, Shanghai turun 0,43%, STI Singapura naik 1,36% dan Taiwan turun 0,49%.

Sumber: www.detikfinance.com 9/5/2009

Friday, May 8, 2009

Swine Flu Outbreak's Economic Damage Could Be Worse Than SARS

If Asia's experience during the Severe Acute Respiratory Syndrome outbreak in 2003 is any measure of things to come, the region's economies may find themselves in a much deeper hole should swine flu spread. Economists and industry leaders are closely watching the spread of the swine flu.


Should a severe outbreak of the flu occur in Asia, economists and industry executives fear the economic damage would be worse than that of the Severe Acute Respiratory Syndrome outbreak in 2003.

The SARS Effect:

SARS killed almost 800 people, 299 of them in Hong Kong. Economic activity in the territory was brought to a virtual standstill as health care workers tried to halt the spread of the virus.

The chief economist of Economic Research Analysis in Hong KongConnie Bolland says she is more worried about the swine flu than SARS because of the way the virus appears to spread.

"The SARS, I did an analysis and the impact on Hong Kong is very little economically speaking because people don't travel so much and they spend more at home," Bolland said. "If this outbreak is genuine and not being contained, because it's human-to-human (infection), the impact can be potentially disastrous ... If that outbreak escalated to a very serious level, all economies will be affected. By then you will have travel ban, a lot of shopping, trading would be stopped, a lot of cross-border travel curtailed. It would be worse than the SARS."

In 2003, Hong Kong's economy suffered as tourists and business executives deferred travel to the territory and residents stayed away from restaurants and malls. But the outbreak was contained within a few months.

This week, transportation and tourism stocks in Asia dropped the most when news broke of swine's flu's spread outside North America.

Association of Asia-Pacific Airlines Director-General Andrew Herdman says the outbreak is occurring when the industry can least afford it. The association's 17 members combined carried nearly 11 percent fewer passengers in March from the same period last year.

"We are in a midst of an industry downturn, we had a very difficult year last and this year is proving to be even more challenging," Herdman said. "So if the outbreak were to turn to pandemic, in that scenario, clearly it would have a much more severe impact on travel and would be yet another thing we have to contend with."



29 April 2009

Source: VOA

Thursday, May 7, 2009

‘Online Banking’ Waspadalah!

Ancaman penipuan online banking bukan isapan jempol. Perusahaan keamanan Symantec menyebut peringkat penipuan online di Indonesia terus naik. Sebanyak 76% penipuan ini bermotif finansial. Alhasil, pengguna online banking harus waspada.

Berdasarkan laporan Symantec, peringkat Indonesia pada 2008 sebagai target phising atau email penipuan naik ke posisi 8. Padahal tahun sebelumnya, posisi Indonesia berada di posisi 10.

Systems Engineering Manager Symantec Singapore & Indonesia Ronnie Ng mengatakan, phising yang bermotif finansial di Indonesia adalah yang terbesar. “Target sektor finasial mencapai 76%. Phising dengan target finansial naik karena pengguna online banking di Indonesia semakin naik,” katanya.

Selain itu infrastruktur internet yang semakin baik juga berpotensi pada naiknya phising. Di satu sisi ketersediaan broadband yang semakin luas, ternyata malah mendorong ancaman phising yang semakin besar.

Peringkat Indonesia dalam hal phising itu relatif tinggi. Jika dilihat di wilayah Asia Tenggara, Indonesia masuk peringkat kedua setelah Thailand dan berada di atas Malaysia dan Singapura. Selain finansial, motif lain yang dijadikan target phising adalah hardware komputer, software dan online gaming.

Rata-rata perbankan nasional sudah menawarkan layanan online bangking. Layanan ini sangat nyaman, karena berbagai transaksi yang ada di ATM bisa dilakukan dimana saja, sejauh ada sambungan internet dan tersedia komputer untuk mengaksesnya.

Ronnie Ng mengatakan infomasi kartu kredit dan rekening perbankan merupakan target terbesar para pejahat. Kartu kredit membukukan 32% dari total data curian, sedangkan rekening perbankan mencapai 18%.

Di pasar global, data kartu kredit ini bisa dijual US$ 0,06 hingga US$ 30. Sedangkan password email bisa dijual 0,1 hingga US$ 100. Yang lebih mahal lagi adalah rekening perbankan US$ 10 hingga US$ 1.000.

Data penting ini bisa hilang karena karena tindakan hacking. Namun hacking ini bukan yang terbesar. Data penting ini bisa ke tangan penjahat karena dicuri dan mencapai 48%. Sementara orang dari dalam perusahaan menyumbang 7%. Sedangkan hacking 17% .

Albert Lay, Technical Consultant Symantec mengatakan yang terpenting dalam melakukan aktivitas online bangking adalah perilaku usernya. Selain itu komputer sebisa mungkin dilengkapi dengan software pengaman internet, untuk mengetahui jika terdapat program-program berbahaya.

User juga harus berhati-hati dengan email phishing yang mengaku dari bank. Email phishing ini biasanya seolah-olah bank sedang melakukan pembaharuan data nasabah. Padahal penjahat ingin menjebak penerima email agar memberikan informasi rekening, serta PIN yang dimiliki.

Ronnie Ng menambahkan pengguna situs jaringan sosial semacam Facebook juga harus waspada. Tren ke depan, program jahat atau malware yang berbasiskan web akan semakin meningkat. “Serangan berbasiskan web ini naik karena jejaring sosial makin popular,” imbuhnya.

Untuk menghindari ancaman seperti itu, pengguna komputer harus terus mengupdate softwarenya. Selain itu tidak mengunjungi situs yang mencurigakan. Pengguna komputer juga disarankan tidak sembarangan membuka attachment email, tanpa terlebih dulu mengeceknya dengan menggunakan program antivirus.

Sumber: Inilah.com 7/5/2009

Wednesday, May 6, 2009

Asia Pacific Travel Industry Sees Recovery By End of Year

The top travel industry group in Asia expects a modest recovery in travel to the region late this year, despite the global financial downturn. Travel analysts say the industry faces business closures as part of the economic rebound.

The Pacific Asia Travel Association says the industry in the Asia-Pacific region could show signs of recovery by the end of 2009.

A new PATA report says in Southeast Asia, international arrivals will grow to almost 77 million by 2011, up from more than 62 million in 2007.

Travel agents, hotels and airlines have faced tough times, with visitor arrivals to the Asia-Pacific region falling nearly three percent in late 2008. Destinations such as Thailand, Cambodia and Hong Kong, heavily dependent on tourism, have particularly suffered.



PATA's strategic intelligence director, John Koldowski says the association sees late 2009 as a "turning point" for the regional travel industry.


"We believe that we might see signs of [recovery] that happening towards the end of the third quarter of this year, quite possibly the fourth quarter, but we are probably talking first and second quarter of [20] 10 before we can start to see some of that movement that is consistent," said John Koldowski.

But, he warns, the hard times are not over yet.

National tourism organizations in the region have countered the slump with new advertising. Promotions by South Korea lifted arrivals by 25 percent in January and February. Similar promotions underpinned the industry in Taiwan and India. But arrivals to China, Thailand and Japan all declined.

The International Aviation Transport Association says global passenger traffic will contract by two percent this year, but recover in 2010.

In 2008, airlines suffered an overall loss of nearly $8.5 billion, but the loss is expected to shrink this year to about $5 billion.

Koldowski says he expects the travel industry to face major structural changes as it recovers. Some airlines, hotel chains and other businesses may fail or have to change their operating practices.

"The industry will come through it but it will be a radically different industry," he said. "The aviation sector could be very, very different in its guise. However, I think we will come through it but not all businesses will survive."

By 2008, tourist arrivals to the Asia Pacific region had nearly doubled, to 385 million, from a decade earlier. During the same period, global travel rose by one third.



02 April 2009
Source: VOA

Tuesday, May 5, 2009

BI: Ekonomi Global Masih Kontraksi

Bank Indonesia mencermati bahwa perekonomian dunia diperkirakan masih mengalami kontraksi meskipun dengan laju yang melambat.

Menurut Gubernur BI, Boediono dalam siaran persnya, Selasa (5/5), Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia 2009 masih akan berada pada kisaran 3-4%. Ini didukung oleh permintaan domestik yang cukup baik disertai kinerja ekspor yang lebih baik dari perkiraan semula.

Sementara itu, inflasi 2009 diperkirakan dapat mencapai batas bawah kisaran 5-7%. Pada akhir April 2009 cadangan devisa Indonesia meningkat hingga mencapai 56,67 miliar dolar AS.

Kondisi perbankan nasional tetap terjaga baik. Rasio kecukupan modal masih cukup tinggi yakni 17,4% dengan Gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5%. Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antar bank makin membaik dan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat. Penyaluran kredit dalam triwulan I-2009 masih belum optimal, meskipun diharapkan akan meningkat dalam triwulan II-2009.


Sumber: Inilah.com 5/5/2009

Saturday, May 2, 2009

PMA Minus 4,1%, PMDN Melesat 122,1% Selama April

Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada bulan April 2009 mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar minus 4,1%. Realisasi PMA pada April 2009 turun menjadi Rp 12,6 triliun (US$ 1,4 miliar) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 13,14 triliun (US$ 1,46 miliar).

Demikian ditulis dalam laporan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang diterima detikFinance, Sabtu (2/5/2009).

Namun untuk PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) pada April 2009 berhasil meningkat sebesar 122,1%. Dari Rp 680 miliar (US$ 80 juta) di April 2008 menjadi Rp 1,51 triliun (US$ 170 juta) di April 2009.

Jadi secara keseluruhan realisasi investasi Indonesia pada April 2009 mencapai Rp 14,11 triliun (US$ 1,57 miliar) atau meningkat 2,1% dibandingkan realisasi investasi pada April 2008 yang sebesar Rp 13,82 triliun (US$ 1,54 miliar).

Untuk realisasi PMDN, BKPM mencatat sektor yang paling besar nilai investasinya sepanjang April 2009 adalah sektor industri tekstil sebesar Rp 446,4 miliar dengan 2 proyek, kemudian diikuti industri makanan senilai Rp 312,3 miliar
dengan 3 proyek, dan industri logam, mesin, dan elektronika sebesar Rp 180,6 miliar dengan 3 proyek.

Sementara untuk PMA, sektor yang paling besar realisasi investasinya sepanjang April 2009 adalah sektor pengangkutan, gudang, dan komunikasi sebesar US$1,121 miliar sebanyak 8 proyek, kemudian sektor listrik, gas dan air sebesar US$60,4 juta sebanyak 1 proyek, dan industri makanan sebesar US$ 45,7 juta sebanyak 3 proyek.

Realisasi investasi sepanjang April 2009 berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 25.752 orang, realisasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) menyerap 12,235 orang tenaga kerja, dan PMA (Penanaman Modal Asing) menyerap 13.517 orang tenaga kerja.

Sepanjang bulan April 2009, realisasi PMDN terbesar terjadi di Jawa Timur dengan nilai investasi Rp 615,1 miliar sebanyak 5 proyek, kemudian Jawa Barat senilai Rp 215 miliar sebanyak 5 proyek, dan Sumatera Utara senilai Rp 146,6 miliar sebanyak 3 proyek.

Sementara itu untuk realisasi PMA terbesar terjadi di DKI Jakarta sebesar US$ 1,123 miliar sebanyak 25 proyek, kemudian Jawa Barat US$ 122,8 juta sebanyak 19 proyek, dan Sulawesi Selatan sebesar US$ 60, 4 juta sebanyak 1 proyek.

Realisasi PMA sepanjang April 2009 paling besar dilakukan oleh investor yang berasal dari Belanda senilai US$ 1,093 miliar sebanyak 3 proyek, lalu Australia sebesar US$ 61,5 juta sebanyak 2 proyek, dan Singapura sebesar US$ 44,5 juta sebanyak 16 proyek.


Rekomendasikan 4 Langkah

BKPM merekomendasikan empat langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor pertambangan dan migas.

"Menurut studi BKPM, paling tidak ada 4 hal yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor kilang, smelter, dan refinery. Khususnya di industri hulu," ujar Ketua BKPM M. Luthfi ketika ditemui di Hotel Ayodya, Nusa Dua, Bali, Sabtu (2/5/2009).

Empat hal tersebut adalah pertama penangguhan PPh (Pajak Penghasilan) atau tax holiday. Kedua adalah offtake aggreement atau penjaminan pembelian hasil industri dari pemerintah, kemudian ketiga penjaminan pemerintah atas proyek, dan keempat adalah bantuan permodalan.

"Hal ini tidak harus dilakukan semuanya, tapi bisa perpaduan saja," ujar Luthfi.

Untuk tax holiday ini, BKPM akan melakukan koordinasi dengan pemerintah dalam membicarakan hal ini. "Kita akan rapat dengan Dirjen Pajak dan Menteri Perindustrian untuk membicarakan hal ini," pungkasnya.

Sumber: DetikFinance 2/5/2009

Friday, May 1, 2009

Sales Indofood Capai Rp 8,91 Triliun

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) mencatat penjualan bersih konsolidasi Rp 8,91 triliun kwartal pertama 2009, tumbuh 0,7 persen dari kwartal yang sama tahun lalu Rp 8,85 triliun. Grup produk konsumen bermerek meliputi divisi mi instan, penyedap makanan, makanan ringan, nutrisi dan makanan khusus serta divisi dairy memberikan kontribusi penjualan bersih 44,5 persen.
“Meningkat dari 31,7 persen pada priode yang sama tahun lalu. Penyebabnya antara lain oleh konsolidasi indolakto (divisi dairy), yang diakuisis akhir bulan Desember lalu,” kata Werianty Setiawan, Corporate Secretary & Head of Investor Relations PT. Indofood dalam siaran persnya.
Sementara, lanjut Werianty, kontribusi grup bogasari meningkat menjadi 31,1 persen dari 29,1 persen. Terutam disebabkan oleh meningkatnya volume penjualan, walaupun harga jual rata-rata menurun. “Tetapi kontribusi grup agribisnis justru turun menjadi 19,0 persen dari 27,2 persen karena penurunan harga CPO,” tuturnya. Kontribusi grup distribusi juga turun jadi 5,4 persen dari 11,5 persen terutama karena sekarang nilai penjualan Indolakto sudah termasuk dalam grup CBP.
Walau demikian ternyata laba kotor turun 6,1 persen menjadi Rp 2,26 triliun dari Rp 2,41 triliun terutama disebabkan oleh turunnya harga CPO. “Akibatnya laba usaha mengalami penurunan menjadi Rp 1,13 triliun dari Rp 1,22 triliun,” ujarnya. Margin laba kotor turun menjadi 25,4 persen dari 27,2 persen dan margin laba usaha juga mengalami penurunan menjadi 12,7 persen dari 13,8 persen.
Laba bersih turun menjadi Rp 110,4 miliar dari Rp 373,5 miliar karena rugi kurs dan kenaikan beban keuangan. Dengan tidak memperhitungkan akun non recurring dan rugi kurs, core profit tetap kuat yaitu mencapai Rp 368,5 miliar, turun sedikit dari Rp 386,4 miliar.
Anthoni Salim, Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood mengatakan, “Melemahnya rupiah mempengaruhi laba bersih kami. Namun demikian, kinerja operasional kami secara keseluruhan tetap kuat, meskipun menghadapi berbagai tantangan,” pungkasnya.

Sumber: www.sumeks.co.id 1/5/2009

Monday, April 27, 2009

Rupiah: Risiko Hampir Tidak ada

Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (27/4) diperkirakan masih akan bergerak dalam kisaran trading. Aksi profit taking mulai muncul, namun hanya bersifat sementara terkait kokohnya posisi mata uang ini.

Kepala Treasuri Bank BCA Branco Windoe mengatakan, pergerakan rupiah pekan lalu menunjukkan penguatan, bahkan tercatat sebagai mata uang terbaik di pasar Asia, selain won Korea.

Namun, saat ini sudah mulai muncul adanya aksi profit taking terhadap rupiah, seiring penjualan aset di pasar saham dan obligasi oleh perbankan luar negeri. “Rupiah akan bergerak di kisaran 10.500-11.000 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, kemarin.

Brancoe mengatakan, aksi ambil untung ini dilakukan oleh mutual fund, merefleksikan bahwa penjualan terjadi karena adanya kebutuhan. Ini berarti, masih ada dana yang tersisa di emerging market, termasuk Indonesia. “Kalau mutul fund, dana tidak diambil semua, berbeda bila profit taking dilakukan oleh hegde fund,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa aksi ambil untung ini mengindikasikan peningkatan risk apetite. Selain itu juga turunnya harga surat utang pemerintah AS (US Treasury) dan bullish-nya bursa WallStreet.

Brancoe mengatakan, aksi ambil untung ini bukan dipicu situasi politik di Indonesia, namun hanya antisipasi investor karena pekan ini akan keluar hasil stress test perbankan AS.

Menurutnya, kalau hasil itu positif, maka dapat mengarahkan pada meningkatnya permintaan aset berisiko dan mendorong rupiah menguat ke arah 10.500 per dolar AS. “Namun penguatan rupiah akan sedikit tertahan karena siklus demand dolar AS di akhir bulan,” ulasnya.

Sementara fundamental rupiah masih didukung neraca pembayaran (balance of payment (BOP) yang surplus akibat masuknya aliran dana (capital infow) dan investasi langsung (direct investment).

Alhasil, merosotnya nilai ekspor tidak banyak menekan rupiah. “Rupiah tidak terganggu turunnya pengiriman barang ke luar negeri karena nilai impor lebih anjlok lagi,” paparnya.

Terkait suku bunga BI rate yang diturunkan menyusul ekspektasi deflasi sepanjang April, Brancoe mengatakan, minat investor akan tingkat risk aversion saat ini mulai turun. Ini berarti yang dicari saat ini adalah aset dengan imbal hasil tinggi, seperti obligasi dan saham. “Bila BI rate turun, tidak berpengaruh ke minat investor terhadap pasar Indonesia,” tegasnya.

Dijelaskan, suku bunga di pasar obligasi Indonesia saat ini yang sebesar 9,5% masih cukup menarik minat investor. Selain itu, pelaku pasar juga melihat bahwa ekspektasi penurunan BI rate, tidak langsung mempengaruhi market.

Risiko nilai tukar juga nyaris tidak ada karena selalu dijaga Bank Indonesia (BI). Menurutnya, pasar tidak khawatir akan penurunan suku bunga, karena BI rate ini sebenarnya hanya suku bunga acuan (official rate).

Turunnya suku bunga kredit perbankan masih tergantung bank masing-masing. “Kalau situasi masih sulit, bank tidak akan menurunkan suku bunga,” paparnya. Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (24/4) ditutup menguat 67 poin terhadap dolar AS menjadi 10.818.

Sumber: Inilah.com 27/04/2009

Sunday, April 26, 2009

Perusahaan-perusahaan Beretika di 2009

Lembaga think thank, Ethisphere Institute kembali membuat daftar baru perusahaan global yang menjalankan program tanggung jawab sosial korporasi (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dianggap memberikan panutan.

Seperti dikutip dari Ethisphere.com, Sabtu (25/4/2009) perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat ini kembali membuat daftar '2009 World Most Ethical Companies' yang terdiri dari 99 perusahaan.

Ke-99 perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang masuk nominasi serta tersaring lebih dari 100 negara dan terdiri dari 35 industri.

Tahun ini, sebanyak 20 perusahaan yang ada di daftar tahun 2008 dikeluarkan dari list, dan diganti dengan 25 perusahaan baru.

Perusahaan tersebut dinilai dari beberapa kriteria seperti inovatif, menjalankan CSR, memiliki jejak rekam yang baik dalam hukum dan aturan, tanggung jawab eksekutif, tata kelola perusahaan yang baik, sistem internal perusahaan yang baik serta menjadi pemimpin dalam industrinya.

Sebagai contoh perusahaan-perusahaan yang beretika itu seperti menjual produk yang baik ke masyarakat dan bisa dipertanggungjawabkan, tidak melakukan diskriminasi atau kegiatan ilegal lainnya dan tidak merusak lingkungan.

Ethisphere Institute pun mengakui memang tidak ada bisnis yang sempurna seperti menghadapi gugatan atau terkena terpaan krisis. Namun Ethisphere memberi acungan kepada perusahaan yang selalu berusaha untuk itu.

Daftar 2009 World’s Most Ethical Companies adalah :

Aerospace & Defense:
Honeywell International (AS)
Harris Corporation (AS)
The Aerospace Corporation (AS)

Banking:
HSBC (Inggris)
Rabobank (Belanda)
Standard Chartered Bank (Inggris)
Westpac Banking Corporation (Australia)

Automotive :
BMW (Jerman)
Cummins (AS)
Johnson Controls (AS)
Toyota Motor (Jepang)

Apparel:
Nike (AS)
Patagonia (AS)

Business Services:
Accenture Ltd (Bermuda)
Dun & Bradstreet (AS)
Pitney Bowes (AS)

Chemicals:
Ecolabs (AS)

Computer Hardware:
Hewlett-Packard (AS)
Dell (AS)
Xerox Corporation (AS)
Ricoh Company (Jepang)

Computer Software:
Salesforce.com (AS)
Oracle Corporation (AS)
Symantec (AS)

Energy & Utilities:
Duke Energy (AS)
FPL Group (AS)
Statkraft (Norwegia)
Wisconsin Energy Corp (AS)
Sempra Energy (AS)

Consumer Product:
Mattel (AS)
Henkel AG (Jerman)
Kao Corporation (Jepang)
S.C. Johnson & Son (AS)
Unilever (Belanda)

Diversified Industries :
General Electronic (AS)

Engineering & Construction:
Fluor Corporation (AS)
CRH (Irlandia)
Holcim (Swiss)
CH2M Hill (AS)

Environmental Services & Equipment:
Waste Management (AS)

Financial Services:
American Express (AS)
Principal Financial Group (AS)
The Hartford Financial Services Group (AS)

Electronics & Semiconductors:
Freescale Semiconductors (AS)
Intel (AS)
Texas Instruments (AS)

Food & Beverages:
General Mills (AS)
Danone (Perancis)
Kellog Company (AS)
PepsiCo (AS)
Stonyfield Farm (AS).

Food Service:
Sodexo

Food Stores:
Safeway
Trade Joe's

General Retail:
Target (AS)

Manufacturing:
Caterpilar (AS)
Deere & Company (AS)
Eaton Corporation (AS)
Milliken & Company (AS)
Rockwell Automation (AS)

Forestry, Paper & Packaging:
Internatational Paper Company (AS)
Weyerhaeuser (AS)
Stora Enso (Finlandia)
Svenska Cellulosa/SCA (Swedia)

Insurance:
AFLAC (AS)
Swiss Re (AS)
Sompo (Jepang)

Healthcare:
Cleveland Clinic (Jerman)
Premier (AS)
John Hopkins Hospital (AS)

Internet:
Google (AS)
Zappos.com (AS)

Hotel, Travel & Hospitality:
Accor (Prancis)
Marriot International (AS)

Media & Entertainment:
Thomson Reuters (Inggris/Kanada)
Time Warner (AS)

Medical Devices:
Baxter International (AS)
Royal Phillips (Belanda)
Becton Dickinson (AS)

Restaurants & Cafes:
McDonald's (AS)
Starbucks Coffee Co (AS)

Metals & Mining:
Alcoa Inc. (AS)
Rio Tinto Group (Inggris).

Oil & Gas:
Petro-Canada (Kanada)

Pharma & Biotech:
AstraZenneca (AS)
Genzyme (AS)
Novartis (Swiss)
Novo Nordisk (DEnmark)
Novozymes (Denmark)

Telecomunication:
T-Mobile (AS)
Vodafone roup (Inggris)
Cisco System (AS)

Special Retail:
Ten Thousand Villages (AS)
Marks and Spencer (Inggris)
IKEA (Swedia)
GAP (AS)
Best Buy (AS)

Real Estate:
Jones Lang LaSalle (AS)

Transportation & Logistics:
Nippon Yusen Kaisha/NYK (Jepang)
United Parcel Service/UPS (AS)

Sumber: DetikFinance 25/04/2009

Friday, April 24, 2009

Mengenal Bursa Saham Negeri Ginseng

Bursa Korea, atau yang lebih dikenal dengan nama Korea Exchange (KRX) merupakan salah satu bursa terintegrasi papan atas di dunia. Berbekal pengalaman yang lebih lama ketimbang Bursa Efek Indonesia (BEI), KRX kini mengajak
perusahaan-perusahaan Indonesia yang berminat mencatatkan sahamnya di Korea.

Sejarah bursa Korea dimulai pada 1956 dengan berdirinya Korea Stock Exchange (KSE). KSE hanya menyediakan fasilitas perdagangan saham. Ketika itu, bursa Korea belum menyandang nama KRX. Namun pada tahun 1996, Korean Securities Dealers Automated Quotations (KOSDAQ) berdiri yang kemudian dilanjutkan dengan berdirinya Korea Future Exchange (KOFEX) pada 1999.

KOSDAQ melayani transaksi perusahaan-perusahaan skal kecil, sedangkan KOFEX menyediakan fasilitas transaksi derivativ dan kontrak berjangka. Baru pada 2005 ketiga bursa tersebut melebur alias merger di bawah platform yaitu KRX.

Hingga akhir 2008, KRX telah berhasil mencatatkan 1.801 perusahaan, terdiri dari 763 perusahaan yang tercatat di KSE dan 1.038 perusahaan tercatat di KOSDAQ. Total kapitalisasi pasar KRX mencapai KRW 683 triliun terdiri dari KSE sebesar KRW 623 triliun dan KOSDAQ sebesar KRW 60 triliun di akhir 2008.

Rata-rata nilai transaksi KRX di akhir 2008 mencapai KRW 6,3 triliun, terdiri dari KSE sebesar KRW 4,7 triliun per hari dan KOSDAQ sebesar KRW 1,6 triliun per hari.

Selama periode Januari hingga Maret 2009, KRX telah berhasil menambah 5 perusahaan tercatat baru, tiga di KSE dan dua di KOSDAQ. Jumlah emiten KRX hingga akhir triwulan I-2009 sebanyak 1.806 emiten, terdiri dari KSE 766 emiten dan KOSDAQ 1.040 emiten.

Berdasarkan peringkat yang diberikan oleh The Financial Times Stock Exchange (FTSE) atau indeks bursa saham London, KRX menduduki peringkat yang cukup baik di dunia. KSE menduduki peringkat ke 11. KOSDAQ menduduki peringkat ke dua di dunia dalam kategori New Market.

Indeks kontrak berjangka KRX menduduki peringkat ke 4 di dunia. Indeks produk Kontrak Opsi Saham (Option) KRX menduduki peringkat nomor wahid di dunia. Perdagangan obligasi KRX menduduki peringkat ke dua di Asia.

Menarik untuk disimak, KRX bahkan menyediakan perdagangan kontrak berjangka untuk komoditas daging babi, selain komoditas emas dan valuta asing.

Berdasarkan berbagai prestasi itulah, KRX kini membuka pintu bagi perusahaan-perusahaan multinasional di dunia yang berminat mencatatkan saham (listing) di bursa Korea, tak ketinggalan tentunya, Indonesia.

"Korea kini merupakan salah satu pintu gerbang di pasar Asia. KRX merupakan salah satu bursa yang memiliki prospek cukup baik di dunia. Kami mengundang perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia untuk bergabung bersama kami," ujar Head of Asia-Pacific/Europe Listing Promotions KRX, Jung Suk JO di Ritz Carlton Pacific Place, SCBD, Jakarta, Selasa (21/4/2009).

Jung menjabarkan beberapa poin yang menurutnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan yang berminat listing di KRX.

"KRX memiliki tingkat likuiditas transaksi yang cukup tinggi di dunia. Pada tahun 2008, KRX menduduki peringkat likuiditas transaksi nomor dua setelah NYSE," ungkap Jung.

Jung juga mengatakan, investor-investor di Korea memiliki tingkat permintaan yang tinggi khususnya pada saham-saham kategori asing. Poin ini, lanjut Jung, bisa menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan-perusahaan yang berminat listing di KRX.

"Meningkatnya demand pada saham-saham asing selama beberapa tahun terakhir, ditambah dengan banyaknya perusahaan-perusahaan asing yang listing di KRX akan semakin mendorong investor local lebih atraktif dalam bertransaksi," ujarnya.

Kokohnya basis investor di Korea juga diharapkan Jung bisa menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan asing untuk masuk ke KRX. Menurut Jung, KRX mencatat pertahanan yang cukup baik dalam menghadapi kejatuhan pasar modal dunia
menjelang akhir 2008.

"Sepanjang 2008, ketika investor asing di seluruh dunia menarik likuiditasnya, market di Korea cenderung lebih stabil terutama didorong oleh basis investor yang kokoh," ujar Jung.

Poin lainnya yang dinilai bisa menjadi acuan adalah diversifikasi industri yang merata di KRX. Komposisi industry yang menjadi bagian dari KRX terbesar dikuasai oleh industry manufaktur (26%), posisi kedua diduduki oleh industry jasa (16%) dan ketiga industry kimia (12%).

"Sisanya cenderung merata di kisaran 6-10% seperti kesehatan, konstruksi, financial, elektronik, dan lain sebagainya," jelas Jung.

KRX juga menawarkan biaya listing (listing fee) yang kompetitif disbanding bursa-bursa lainnya di dunia. Sebagai contoh, listing fee di KOSDAQ hanya menelan kocek sebesar US$ 1.299. Bandingkan dengan listing fee di NASDAQ yang
mencapai US$ 102.500.

"Selain itu, KRX juga memiliki regulasi yang sejalan dengan standar global, sehingga investor asing ataupun perusahaan asing yang listing di KRX tidak perlu khawatir akan perbedaan regulasi yang prinsipil," ujarnya.

Biaya transaksi yang berlaku di pasar modal Korea juga tidak terlalu besar. Jung mengatakan, secara umum broker di KRX menerapkan biaya transaksi sebesar 0,3% untuk transaksi reguler dan 0,25% untuk transaksi online.

Perlu dicatat, KRX merupakan bursa di kawasan Asia yang memiliki teknologi terkini dalam sistem transaksi online (online trading). Menurut Jung, mayoritas broker di Korea sudah migrasi ke sistem online trading.

"Lebih dari 60% transaksi di Korea dilakukan dengan secara online. Hanya 40% yang masih menggunakan sistem transaksi reguler. Investor di Korea melihat bahwa online trading jauh lebih efisien ketimbang transaksi reguler. Para broker di Korea juga sudah memiliki teknologi yang bagus dalam sistem online trading," papar Jung.

KRX menargetkan 10 emiten baru di 2009. "Target kami tahun ini akan ada 10 perusahaan yang listing di KRX," ungkap Jung.

Jung juga mengungkapkan mengenai sejumlah emiten KRX yang sudah melakukan pencatatan ganda (dual listing) di bursa-bursa saham di negara-negara barat.

"Ada sekitar 40 emiten kami yang sudah dual listing di NYSE, SSX, dan sebagainya," ungkap Jung.

Dari Indonesia, Jung mengharapkan dalam satu dua tahun ke depan, setidaknya ada 5 perusahaan Indonesia yang listing di KRX.

Sumber: DetikFinance 22/04/2009

Wednesday, April 22, 2009

Menkeu Bantah Terapkan Neoliberal

Menkeu dan Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati membantah kebijakan ekonomi saat ini adalah neoliberal dengan alasan kepentingan publik yang disubsidi cukup tinggi.

"Bagaimana mungkin pemerintah disebut menerapkan neoliberal karena dana subsidi pernah mencapai Rp 250 triliun pada tahun 2008 lalu," katanya dalam sambutan rakor pembangunan pusat di Gedung Bappenas, Rabu (22/4).

Dalam anggaran subsidi mencapai Rp 250 triliun 2008 dan diperuntukkan bagi subsidi pupuk, pendidikan, subsidi BBM, bahkan subsidi energi seperti elpiji. Jadi hajat hidup orang banyak diberikan subsidi sangat tinggi oleh pemerintah.

"Apalagi setiap rupiah subsidi dapat dinikmati kepada yang berhak dengan biaya monitoring yang sekecil-kecilnya," tegasnya.

Sri Mulyani juga heran dengan banyaknya gedung sekolah yang ambruk di berbagai daerah. Padahal subsidi pendidikan sudah dipertahankan mencapai 20% dari nilai APBN. Selain itu, di daerah juga sudah ditransfer Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperuntukkan untuk pembangunan fisik di daerah. "Tetapi kenapa media massa masih sering menemukan gedung sekolah ambruk di berbagai daerah. Kan sudah ada DAK untuk fisik," katanya terheran-heran.

Sri Mulyani juga mengkritik banyak kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah yang banyak anggarannya untuk proyek tidak penting atau bukan prioritas, tetapi berteriak-teriak bahwa program prioritas dipangkas oleh Depkeu dan Bappenas.

"Bahkan setiap berganti pemerintahan baru dan menteri baru maka bawahannya selalu bilang kalau setiap tahun anggaran mereka selalu dipangkas Depkeu dan Bappenas," tandasnya.

Sumber: Inilah.com 22/04/2009

Tuesday, April 21, 2009

Proteksionisme Negara Maju Perburuk Krisis Global

Proteksionisme yang dilakukan negara-negara maju dinilai telah memperburuk perekonomian global. Proteksionisme bahkan tak hanya di bidang perdagangan, namun juga kepada arus modal.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri Industri (Kadin) bidang investasi dan perhubungan Chris Kanter dalam Energy And Mineral Resources Bussiness Gathering and Gala Dinner With Minister of Energy and Mineral Resource, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (20/4/2009).

"Krisis kali ini lebih buruk karena adanya proteksionis yang dilakukan negara besar. Proteksionis ini tidak hanya terhadap perdagangan tapi juga terhadap arus modal," ujar Chris.

Ia menambahkan, selain ancaman proteksionisme, perekonomian Indonesia juga menghadapi masalah yang serius terutama terkait besarnya utang yang jatuh tempo. Sementara dari sisi swasta pun juga harus menghadapi peningkatan beban.

"Meskipun risiko default kecil, namun utang pemerintah yang jatuh tempo sekitar Rp 111 Triliun dimana 47 persennya dalam valas. Utang swasta yang jatuh tempo sekitar US$ 22 milyar," ungkap Chris.

Di tengah berbagai tantangan perekonomian, sektor energi sangat diharapkan untuk menggerakkan kembali perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008, kontribusi sektor energi sekitar 36 persen terhadap penerimaan negara.

"Kadin akan bahu membahu dengan ESDM untuk mengembangkan usaha di energi sehingga banyak proyek di sektor energi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.

Chris berharap setelah pemilu kebijakan dan pembangunan di sektor ESDM harus terus dilanjutkan. Pada tahun 2010, diprediksikan lonjakan pembangunan dan investasi di sektor ini akan mencapai puncaknya.

"Untuk itu, Kadin berharap kebijakan disektor ESDM dapat ditetapkan dan diimplementasikan misalnya gas sebagai bahan bakar utama pengganti BBM, BBN sebagai energi alternatif, dan kepastian dari harga listrik panas bumi," paparnya.

Sumber: www.detikfinance.com 20/04/2009

Monday, April 20, 2009

Kartu Kredit, Belanja Baju & Sepatu

INILAH.COM, Jakarta - Karakter penggunaan kartu kredit oleh nasabah mencerminkan bagaimana sebenarnya gaya hidup suatu bangsa. Di Indonesia pemegang kartu kredit malah lebih banyak mengunakannya untuk berbelanja produk sepatu dan baju.

Indonesia merupakan salah satu negara yang potensial bagi penerbit kartu kredit. Dengan penduduk kelas menengah atas berjumlah 40 juta sementara pemegang kartu baru mencapai seperempatnya.

Jumlah pemegang kartu di Indonesia berdasarkan data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) adalah 11,4 juta orang sementara populasi Indonesia sangat besar, sehingga peluang untuk memasarkan kartu kredit masih sangat luas.

Dari data yang dirilis Citibank NA komposisi penggunaan kartu kredit di Indonesia paling banyak digunakan untuk belanja sepatu dan baju. Jumlah pemakaian di segmen tersebut mencapai angka 57%.

Selain baju dan sepatu, makan di restoran menempati aktivitas kedua terbanyak di Indonesia. Baru diperingkat ketiga pembelian peralatan elektronik rumah tangga.

Negara-negara lain yang juga memiliki karakter serupa adalah Australia, India, Malaysia dan Korea Selatan. Sementara untuk negara-negara seperti China justru belanja untuk alat elektronik dengan komposisi mencapai 61%.

Corporate Affairs Citibank Sonitha Poernomo menjelaskan bahwa masyarakat harus belanja lebih smart di saat krisis. “Ini bisa dilakukan dengan cenderung menggunakan fasilitas yang ditawarkan penerbit kartu kredit,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Citibank menawarkan belanja dengan reward point (25%) untuk belanja elektronik, atau yang baru-baru ini sangat diminati adalah 25% untuk beli Blackberry Bold, selain itu keuntungan2 lain seperti Cashback di farmasi, toko buku, pom bensin, 1 Bill dan supermarket.

“Kecenderungan lain yang selalu diminati masyarakat adalah fasilitas Eazy Pay 0%, dimana produk yang diinginkan dapat dicicil sesuai dengan tenor yang ditentukan,” lanjutnya.

Jumlah pemegang kartu Citibank saat ini adalah sekitar 1,5 juta. Saat ini Citibank masih memimpin untuk pangsa pasar dengan 33% total transaksi kartu kredit di Indonesia. Penetrasi juga dilakukan dengan mendukung kegiatan promosi Surabaya Shopping Festival.

Melalui acara yang dicanangkan pemerintah Surabaya ini, Citibank berharap memberikan nilai tambah bagi para nasabah yang memanfaatkan kesempatan belanja sekali setahun ini. Festival ini merupakan kesempatan menikmati belanja hemat dan berkualitas bagi warga Surabaya dan juga para wisatawan.

Sumber: Inilah.com 19/04/2009

Friday, April 17, 2009

IHSG Sepekan yang Menakjubkan

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pekan ini dengan fantatis. Selama lima hari berturut-turut, IHSG mengukir prestasi yang signifikan dalam 6 bulan terakhir.

IHSG mencatat kenaikan 169,04 poin dari pembukaan di awal pekan pada posisi 1.465,750 ditutup pada ujung pekan di posisi 1.640,866.

Selama sepekan ini pasar menikmati sentimen positif pelaksanaan pemilu yang aman. Namun kenaikan IHSG di akhir pekan ini mulai dibayangi aksi ambil untung.

Pada penutupan perdagangan saham Jumat (17/4/2009) IHSG terus naik 9,703 poin (0,6%) menjadi 1.634,790. Pada sesi satu, IHSG menguat 15,779 poin (0,97%) menjadi 1.640,866.

Indeks LQ-45 naik 1,887 poin (0,58%) menjadi 325,166 dan Jakarta Islamic Index (JII) turun 1,722 poin (0,64%) menjadi 266,933.

Perdagangan saham hari ini masih ramai dengan mencatat transaksi sebanyak 116.096 kali, pada volume 11,126 miliar unit saham, senilai Rp 4,664 triliun. Sebanyak 80 saham naik, 97 saham turun dan 58 saham stagnan.

Saham-saham yang naik harganya antara lain, Bumi Resources (BUMI) naik Rp 60 menjadi Rp 1.190, Bank Mandiri (BMRI) naik Rp 200 menjadi Rp 2.475, Bakrie & Brothers (BNBR) naik Rp 8 menjadi Rp 76, Perusahaan Gas Negara (PGAS) naik Rp 25 menjadi Rp 2.425 dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) naik Rp 250 menjadi Rp 5.250.

Sedangkan saham-saham yang turun harganya antara lain, Telkom (TLKM) turun Rp 100 menjadi Rp 7.750, Bank Danamon (BDMN) turun Rp 75 menjadi Rp 2.850 dan Indo Tambangraya Megah (ITMG) turun Rp 300 menjadi Rp 14.750.

Bursa saham Asia pada hari ini bervariasi seperti Hang Seng naik 0,12%, KOSPI turun 0,58%, Nikkei naik 1,74%, Shanghai turun 1,19% dan STI Singapura naik 0,44%.

Sumber: DetikFinance 17/04/2009

Saturday, April 4, 2009

Rupiah Makin Baik di 11.380/US$

Jakarta - Rupiah berada di posisi baik pada akhir pekan ini seiring dengan tingginya nilai transaksi saham yang ada di pasar saham karena mulai masuknya dana asing.

Penurunan suku bunga BI Rate 0,25% menjadi 7,5% juga tidak mengganggu penguatan rupiah karena pasar melihat penurunan bunga acuan akan memacu membaiknya likuiditas di pasar.

Pasar juga merepons positif naiknya cadangan devisa Indonesia US$ 4,2 miliar pada 31 Maret 2009 yang menjadi US$ 54,8 miliar.

Pada perdagangan valas pukul 17.00 WIB, Jumat (3/4/2009) rupiah menguat 120 poin ke posisi 11.380 per dolar AS. Rupiah hari ini sempat menguat ke 11.350 per saham.

Posisi nilai tukar rupiah dinilai masih cukup aman dengan BI Rate saat ini. Penurunan BI Rate 0,25% juga dinilai paling tepat termasuk untuk perkembangan di luar ekspor impor dalam menambah likuiditas.

"Kita sudah pertimbangkan semua itu yang terbaik. Dari segi nilai tukar saya kira cukup aman. Saya perkirakan aman ke depannya," kata Gubernur BI Boediono usai salat Jumat di kompleks BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (3/4/2009).

Sementara mata uang Asia lainnya bervariasi di akhir pekan ini seperti yen Jepang melemah 0,33%, won Korea melemah 0,82%, peso Filipina menguat 0,21%, dolar Singapura melemah 0,17%, bath Thailang melemah 0,23%, dan dolar Taiwan melemah 0,53%.

Sumber: detikFinance

Wednesday, April 1, 2009

Welcome to Business News

Business News will bring you a lot of important information on business world. I hope you can take advantages of this blog.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Architecture. Powered by Blogger