Monday, April 27, 2009

Rupiah: Risiko Hampir Tidak ada

Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (27/4) diperkirakan masih akan bergerak dalam kisaran trading. Aksi profit taking mulai muncul, namun hanya bersifat sementara terkait kokohnya posisi mata uang ini.

Kepala Treasuri Bank BCA Branco Windoe mengatakan, pergerakan rupiah pekan lalu menunjukkan penguatan, bahkan tercatat sebagai mata uang terbaik di pasar Asia, selain won Korea.

Namun, saat ini sudah mulai muncul adanya aksi profit taking terhadap rupiah, seiring penjualan aset di pasar saham dan obligasi oleh perbankan luar negeri. “Rupiah akan bergerak di kisaran 10.500-11.000 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, kemarin.

Brancoe mengatakan, aksi ambil untung ini dilakukan oleh mutual fund, merefleksikan bahwa penjualan terjadi karena adanya kebutuhan. Ini berarti, masih ada dana yang tersisa di emerging market, termasuk Indonesia. “Kalau mutul fund, dana tidak diambil semua, berbeda bila profit taking dilakukan oleh hegde fund,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa aksi ambil untung ini mengindikasikan peningkatan risk apetite. Selain itu juga turunnya harga surat utang pemerintah AS (US Treasury) dan bullish-nya bursa WallStreet.

Brancoe mengatakan, aksi ambil untung ini bukan dipicu situasi politik di Indonesia, namun hanya antisipasi investor karena pekan ini akan keluar hasil stress test perbankan AS.

Menurutnya, kalau hasil itu positif, maka dapat mengarahkan pada meningkatnya permintaan aset berisiko dan mendorong rupiah menguat ke arah 10.500 per dolar AS. “Namun penguatan rupiah akan sedikit tertahan karena siklus demand dolar AS di akhir bulan,” ulasnya.

Sementara fundamental rupiah masih didukung neraca pembayaran (balance of payment (BOP) yang surplus akibat masuknya aliran dana (capital infow) dan investasi langsung (direct investment).

Alhasil, merosotnya nilai ekspor tidak banyak menekan rupiah. “Rupiah tidak terganggu turunnya pengiriman barang ke luar negeri karena nilai impor lebih anjlok lagi,” paparnya.

Terkait suku bunga BI rate yang diturunkan menyusul ekspektasi deflasi sepanjang April, Brancoe mengatakan, minat investor akan tingkat risk aversion saat ini mulai turun. Ini berarti yang dicari saat ini adalah aset dengan imbal hasil tinggi, seperti obligasi dan saham. “Bila BI rate turun, tidak berpengaruh ke minat investor terhadap pasar Indonesia,” tegasnya.

Dijelaskan, suku bunga di pasar obligasi Indonesia saat ini yang sebesar 9,5% masih cukup menarik minat investor. Selain itu, pelaku pasar juga melihat bahwa ekspektasi penurunan BI rate, tidak langsung mempengaruhi market.

Risiko nilai tukar juga nyaris tidak ada karena selalu dijaga Bank Indonesia (BI). Menurutnya, pasar tidak khawatir akan penurunan suku bunga, karena BI rate ini sebenarnya hanya suku bunga acuan (official rate).

Turunnya suku bunga kredit perbankan masih tergantung bank masing-masing. “Kalau situasi masih sulit, bank tidak akan menurunkan suku bunga,” paparnya. Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (24/4) ditutup menguat 67 poin terhadap dolar AS menjadi 10.818.

Sumber: Inilah.com 27/04/2009

0 comments:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Architecture. Powered by Blogger